24 Jan 2018

Ke Museum Yuk: Museum Sepuluh Nopember & Monumen Tugu Pahlawan Surabaya

Sudah hampir sepuluh tahun di Surabaya tapi ini baru kali kedua main ke Museum Sepuluh Nopember (karena nganterin sodara sih hehe). Nah, Museum Sepuluh Nopember ini berlokasi di kawasan Tugu Pahlawan Surabaya. Jadi kalau ke sini hitungannya dapat dua destinasi nih! Tjakep! Sesampainya di kawasan Tugu Pahlawan, kami gak langsung masuk, kami mencari sarapan dulu. Kebetulan di seberang Tugu Pahlawan banyak sekali rombong soto berjejer, akhirnya kami memutuskan untuk sarapan soto. Sotonya murah, hanya 10,000 rupiah per mangkoknya lengkap dengan koya dong. Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk segera ke museum karena kami berkunjung pada hari Minggu dan museum akan tutup pukul 12 siang.

Nah, harga tiket masuk ke museum gak mahal kok, hanya 5,000 rupiah per orang. Kalau tidak salah anak SD gratis (ini gak sengaja tahu, karena ada beberapa anak SD yang masuknya bareng dengan kami, hehe), info lengkapnya mungkin bisa ditanyakan di loket yaa. Tiketnya lupa dipoto, jadi gak ada bukti ._. 

Begitu masuk, walaupun belum lama ke sini, saya menemukan beberapa perubahan pada museum ini. Tulisan-tulisan di dindingnya sudah banyak yang tidak menggunakan mural, tapi diganti dengan semacam neon box yang berisi poster hasil digital printing. Yah, okelah ya, jaman memang sudah berubah. Di bagian tengah, di arah pintu masuk, kita disambut oleh patung di tengah museum yang menggambarkan Arek-Arek Suroboyo yang sedang memperjuangkan Surabaya pada saat itu. Oh iya, dalam bahasa Jawa (Surabaya) Arek dapat diartikan sebagai pemuda, juga anak. Jadi dalam pertempuran Surabaya, Arek Suroboyo lah yang maju di garis depan. 

Selain itu, terdapat beberapa diorama statis yang disuguhkan untuk memudahkan kita medapatkan penjelasan tentang pertempuran 10 Nopember di Surabaya. Diorama statis ini dibuat dengan sangat apik dan tampak nyata. Diorama statisnya juga dilengkapi dengan penjelasan juga video yang sangat membantu kita yang mungkin agak malas membaca deskripsi yang diberikan hehe. Oh iya, terdapat beberapa versi bahasa yang disuguhkan dalam video walaupun audionya masih dalam Bahasa Indonesia. 

 

Setelah menyaksikan diorama statis, melihat-lihat peralatan perang serta kostum yang digunakan pada saat itu, kami pun diberitahu bahwa akan ada pemutaran film di museum. Kami pun memutuskan untuk ikut menonton karena sebelumnya saya belum berkesempatan menonton (sepertinya hanya diputar di waktu-waktu tertentu). Sayangnya, karena tidak diperkenankan menggunakan kamera selama menonton, saya tidak mendapatkan suasana yang ada saat itu hehe. Pemutaran ini menarik karena terdapat diorama statis juga yang digunakan untuk merefleksikan film sebagai keterangan tambahan selain di layar yang disediakan. Menarik! Jangan sampai melewatkan ini jika berkunjung yaa! 

Sebelum pintu keluar, terdapat sebuah photobooth (bisa dianggap gitu lah ya, karena bikin pengen poto hehe). Terdapat beberapa gambar juga logo dari Museum Sepuluh Nopember, penanda kalau kita sudah pernah mengunjungi Museum ini :)



Setelah menikmati museum, kami pun mulai menjelajah kawasan Tugu Pahlawan, dan pastinya berfoto bersama Sang Tugu. Hari itu cukup mendung, jadi kami pun tidak berlama-lama di sana. 


Setelah puas berfoto dengan tugu, kami pun kembali pulang. Sebelum pulang saya menyempatkan untuk mengambil gambar suasana pintu masuk Tugu Pahlawan yang seharusnya diambil ketika baru masuk hehe. Yaah, ketika kami datang kawasan ini cukup ramai. Museum pun sangat ramai (untuk ukuran museum yaa). Ini dia pintu masuknyaaaa! Jangan lupa mampir yaa :) 



14 Nov 2017

Wajah Baru Dolly (Eks Lokalisasi Terbesar se-Asia Tenggara

Pekan lalu, saya berkesempatan mengunjungi Dolly yang selama ini dikenal sebagai pusat lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Namun, ada yang baru dengan wajah Dolly sekarang lho! Dolly yang sudah ditutup oleh walikota Surabaya, bu Risma, kini telah bangkit menjadi pusat UKM yang cukup berkembang. Jadi, kalau menurut cerita ibu-ibu di sini, memang dulu pada galau kalau Dolly ditutup karena mbak-mbak yang dulu sering ngelaundry, beli makan di warung ibu-ibu ini, dan lain sebagainya sudah tidak tinggal di daerah itu sehingga pemasukan ibu-ibu menurun drastis. Tapi, ternyata bu Risma turun langsung untuk membantu warga di situ. Ada yang diberi pelatihan, modal usaha, dibimbing, sampai disediakan tempat untuk berjualan di balai kota.

Selain itu, ada GMH (Gerakan Melukis Harapan) yang membantu di sini. Denger cerita dari ibu-ibu ini seru banget. Nah, saat itu, terdapat beberapa UKM yang dapat dikunjungi dan saya juga beberapa teman memilih untuk mengunjungi UKM "Samijali" yang merupakan singkatan dari Samiler Jarak Dolly. Ada yang belum tahu apa itu samiler?

Samiler dengan beragam rasa
Samiler adalah camilan khas yang sering ditemukan di wilayah Jawa Timur. Sekilas info yaaa, samiler adalah kerupuk yang berbahan dasar singkong yang rasanya bikin nagih. Nah, kalau menurut sejarahnya, ibu-ibu di UKM Samijali ini awalnya menjual samiler sebagaimana biasanya, kerupuk singkong yang digoreng. Namun, setelah beberapa kali berjualan dan menemukan bahwa para pembeli samiler ini tidak ingin samilernya remuk (walaupun ujung-ujungnya ya dimakan juga diremukin, hehe). Mengetahui hal ini, para ibu-ibu berkonsultasi dengan teman-teman GMH untuk menemukan solusi agar samiler yang remuk tadi tetap laku. Akhirnya, terciptalah ide Samijali yang menjual samiler yang dengan sengaja digunting-gunting menjadi kecil kemudian diberi varian rasa dan dikemas apik!

Nah, buat teman-teman yang kebetulan sedang ada keperluan di Surabaya, gak usah ragu untuk mengunjungi Dolly sekarang. Dolly sudah berubah kok :) Selain itu, teman-teman pasti bisa menemukan hasil-hasil kreatif para warga di sana. Oh iya, selain Samijali, ada juga Orumy (minuman hasil olahan rumput laut) dan juga Tempe Bang Jarwo. 



20 Nov 2016

Cita-citaku Menjadi Seorang Ultraman

Pada masih inget sama Ultraman gk nih? Angkatan 90-an harusnya pada nonton sih, yang masih "menangin" jaman di mana hari minggu adalah hari mager se-Indonesia bagi anak-anak. Namanya anak kecil ya, imajinasinya pasti kemana-mana. Nonton Power Rangers, eh, pengen jadi Power Rangers, biasanya setelah Minggunya nonton, Seninnya langsung rebutan sama temen sekelas buat jadi Ranger Merah (yang cowok) dan Ranger Pink (yang cewek). Entah kenapa aku dulu pengennya malah jadi Ranger Hitam wkwkwk. Jangankan Power Rangers, yang kepingin jadi Teletubbies juga ada, hahaha. Satu lagi pahlawan yang gak mungkin ketinggalan, Ultraman. Walaupun banyak versi, yang mungkin kami sendiri para anak kecil jaman itu gak hafal banget, yang jelas semua Ultraman pasti bakal jadi besar buat ngelawan si monster.

Sekian tahun berlalu, ternyata obrolan tentang para pahlawan masa kecil ini masih terjadi juga. Dan herannya, masih seru aja dibahas. Obrolan ini pun berlanjut sampai suatu hari membawa kami pada kesepakatan buat travelling ke tempat yang bisa bikin kita ngerasain jadi Ultraman. Hah? Ada gitu? Ada dong, ini bukan tempat di mana kita duduk di kursi simulator dan nonton screen yang besar buat lawan monster. Tapi tempat ini ada di dunia nyata yang dikasih nama "The Model Village."

Sebenernya tujuan dibangunnya Model Village ini bukan buat iseng ngerasain jadi Ultraman juga sih, ini kitanya aja yang agak gk jelas sepertinya. Akhirnya, di suatu Minggu yang sangat cerah (privilege banget dapet cahaya matahari di UK), kami berlima menyewa sebuah mobil untuk pergi ke Model Village tersebut. Sebelum mengunjungi Model Village di Bourton-on-the-water, kami mampir dulu ke sebuah desa yang dinobatkan sebagai desa terindah di England, Desa Bibury. Cerita tentang Bibury nanti dibikinin tulisan lain ya :) 

Sesampainya di Bourton, kami langsung menuju Model Village. Di sepanjang perjalanan di kota Bourton, tampak sekali kalau Bourton kotanya kecil, lucu, dan cantik. Bisa awet muda kayaknya kalo tinggal di sini. Penduduknya masih bisa interaksi sama bebek-bebek dan angsa di sungai, kuda, juga burung-burung liar. Tidak jauh dari pusat kota, sampailah kita ke Model Village. Parkirnya tidak susah dicari, tepat di pelataran Model Village. Seperti kebanyakan parkiran di UK, sistemnya Pay and Display (habis bayar, karcisnya ditaruh di atas dashboard mobil supaya terlihat dari luar). Per jamnya kalau tidak salah entah 50p atau 1 pounds, murah *terus kita cengengesan seneng. Tiket masuk ke Model Village juga murah, cuma 3.6 pounds, mungkin karena itu kartu pelajar kita sudah gk berlaku buat jadi kartu diskon lagi. Udah murah, masih minta diskon :p yah, demi travel hemat.

Engingeng, masuk di Model Village kami langsung berpencar dan melihat-lihat sekitar. Lucu aja bangunannya kecil-kecil tapi dibangunnya bener-bener serius. Material yang digunakan juga material bangunan beneran kayak rumah asli, atapnya, pohon, jembatan, semuanya. 
Salah satu rumah di Model Village
Credit: Arif
Oh iya, Model Village ini merupakan model dari kota Bourton itu sendiri. Tata letaknya pun dibuat sama persis, lucu deh. Setelah puas lihat-lihat dan jepret sana sini, salah dua teman kami yang cita-citanya dari dulu pengen jadi Ultraman minta difoto ala-ala Ultraman lawan monster. Beginilah akting mereka wkwkwk (kurang all out yak, gak sekalian pake kostum). 
Credit: Arif kali ya, lupa sapa yang motret :p
Gak mau kalah sama Ultraman, foto-foto ala raksasa juga dong. 
Credit: Arif
Wah, ini kalo kita masih kecil bakal seneng banget sih, sekarang aja udah heboh wkwkwk. 

Oh iya, untuk menuju ke sini memang gk bisa naik angkot (kendaraan umum), jadi harus bawa kendaraan sendiri. Cukup bangga bisa ke sini, karena ternyata gk terlalu banyak yg tau kalo tempat ini exist :p 

Yah, perjalanan singkat yang gak terlalu jauh dari Southampton menuju Bourton-on-the-water akhirnya dilanjutkan ke kota sebelah, Bath, yang ramenya bikin istighfar -_- yang jelas itu yang nyetir seharian udah seneng lah ya kesampean jadi Ultraman wkwkwk. Selamat! 

10 Nov 2016

Ingin Terlibat dalam Program Indonesia Mengajar? Yuk!

credit: Tim Komsos Indonesia Mengajar
Karena sering share info tentang Indonesia Mengajar dan rekrutmen Pengajar Muda, jadi banyak pertanyaan yang ditujukan ke saya: 
"Kamu dulu ditempatkan di Indonesia bagian mana? Dulu salah satu Pengajar Muda ya? Bagi info dong gmn caranya jadi Pengajar Muda?" Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya yang masuk ke inbox >.< 

Faktanya, saya ini bukan salah satu former Pengajar Muda :) Kebetulan saya hanya terlibat dalam komite sosialisasi rekrutmen Calon Pengajar Muda yang bertugas untuk mengajak teman-teman di seluruh Indonesia untuk tertarik menjadi Pengajar Muda selanjutnya. 
Lah, bukan Pengajar Muda kok malah ngajak-ngajakin orang buat jadi Pengajar Muda sih?
Ya karena saya belum berkesempatan untuk jadi Pengajar Muda, makanya ngajakin orang lain hehehe

Sudah dua periode ini saya terlibat dalam komite sosialisasi ini, pengalaman yang didapat apa aja? Waah, banyak. Di sini, saya dapat teman-teman baru yang beberapa dari mereka juga merupakan former Pengajar Muda. Selain itu, yang terlibat dalam komite ini ternyata (menurut saya) bukan orang-orang biasa yang sekedar iseng buat mengisi waktu. Hampir semua anggota komsos (begini biasanya komite sosialisasi disebut) merupakan orang-orang yang tertarik untuk menjadi relawan di bidang apapun. Mereka orang-orang yang aktif berkontribusi untuk Indonesia, baik dalam skala kecil ataupun besar, baik di tingkat daerah ataupun nasional. Nah, berkumpul dengan teman-teman kece begini pasti jadi trigger juga buat kita dong buat jadi orang yang "gak biasa" juga. 

Selain itu, teman-teman yang tergabung dalam komsos ini juga sebagian besar sudah pernah mengikuti program Indonesia Mengajar lainnya, seperti Rubi (Ruang Berbagi Ilmu), Kelas Inspirasi, Ruang Belajar, Indonesia Menyala, dan masih banyak lagi. Jika kita belum berkesempatan untuk menjadi Pengajar Muda, program Indonesia Mengajar lainnya juga patut kita coba, karena lebih fleksibel namun pengalaman yang didapat tentu tak ternilai. 

Saat ini, pendaftaran Calon Pengajar Muda ke XIV akan segera dibuka. Nah, buat yang tertarik untuk bergabung, segera kepoin semua akun Indonesia Mengajar di berbagai media sosial yaa, jangan lupa merujuk ke websitenya juga.
Instagram: @pengajarmuda
Twitter: @PengajarMuda
Website: https://indonesiamengajar.org/ 
Semoga beruntung :) 

28 Oct 2016

Tentang Bahasa Indonesia: dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda (?)


Sedikit cerita, jaman dulu Indonesia sempet galau juga buat nentukan bahasa nasionalnya apa! Jadi jaman dulu, sempet kepikiran buat jadiin Bahasa Belanda sebagai bahasa nasional, karena bahasa itu dipakai kaum elit Indonesia yang berhak mengenyam pendidikan pada jaman penjajahan. Namun, walaupun pada saat itu dianggap sebagai bahasa internasional, Bahasa Belanda belum punya peran yang setara dengan Bahasa Inggris atau Perancis yang mampu menjadi sarana komunikasi internasional, Bahasa Belanda pun urung menjadi bahasa nasional Indonesia.

Selain Bahasa Belanda, kandidat kuat lainnya adalah Bahasa Jawa. Kenapa Bahasa Jawa? Karena pada saat itu, suku Jawa merupakan suku dengan populasi terbesar (hampir 50% dari populasi Indonesia), selain itu, Bahasa Jawa memiliki budaya literatur yang sangat kaya. Namun, karena adanya social registers dengan completely different lexicon yang digunakan berdasarkan usia dan kelas sosial yang agak sulit dipelajari oleh suku lain, maka Bahasa Jawa pun gugur sebagai kandidat bahasa nasional. Jadi, kenapa Bahasa Indonesia yang berakar dari Bahasa Melayu dipilih?

Pada saat itu, fakta menunjukkan bahwa kurang dari 5% masyarakat Indonesia yang menggunakan Bahasa Melayu. Namun, tidak seperti Bahasa Jawa, Bahasa Melayu lebih mudah dipelajari dan dipahami. Selain itu, persebaran Bahasa Melayu juga didukung oleh kegiatan perdagangan yang melalui berbagai pulau di seluruh Indonesia. Sebagian besar pedagang yang pada saat itu menyebarkan agama Islam dan Nasrani menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. 

Pada awal abad ke-19, Bahasa Melayu sudah mulai digunakan di instansi pemerintahan juga institusi pendidikan (walaupun hanya digunakan di tingkat dasar). Dengan digunakannya Bahasa Melayu di institusi pendidikan, masyarakat kalangan bawah di Indonesia mulai dapat merasakan pendidikan sebagai bekal dasar. Pada saat itu, Bahasa Melayu sudah dianggap sebagai bahasa nomor dua setelah Bahasa Belanda. Bersamaan dengan mulai meluasnya persebaran juga penggunaan Bahasa Melayu di Indonesia, beberapa surat kabar lokal sudah mulai menggunakan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Sejak saat itu, berbagai organisasi yang menggunakan Bahasa Melayu mulai bermunculan. Pada tahun 1926, seperti yang kita tahu, Kongres Pemuda pertama diadakan di Jakarta (yang saat itu masih bernama Batavia). Kesepakatan yang dicapai pada saat itu adalah kegiatan para pemuda di segi sosial, ekonomi, dan budaya. Selanjutnya, pada tahun 1928, Kongres Pemuda kedua pun diadakan. Kongres Pemuda kedua ini menghasilkan keputusan yang sampai saat ini kita kenal dengan istilah "Sumpah Pemuda."

Naskah Sumpah Pemuda

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia


Tidak hanya ikrar Sumpah Pemuda, lagu nasional Indonesia Raya serta istilah Bahasa Indonesia pun diperkenalkan pada kongres tersebut. Karena merasa terancam akan pertumbuhan Bahasa Indonesia, pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda menghapuskan Bahasa Melayu dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah-sekolah di Pulau Jawa. Namun, menanggapi hal ini, para pemuda mengadakan Kongres Bahasa Indonesia pertama pada tahun 1938 untuk membahas keberlangsungan dan perkembangan Bahasa Indonesia. Perkembangan Bahasa Indonesia pun pada akhirnya tidak berhenti sampai di situ. Pada saat pendudukan Jepang, seketika, saat itu juga, penggunaan Bahasa Belanda pun dilarang dan digantikan oleh Bahasa Jepang. Namun, hal ini sangat sulit untuk direalisasikan mengingat waktu yang sangat singkat dan beberapa komponen Bahasa Jepang yang sangat sulit untuk dipelajari dalam kurun waktu tersebut. Akibatnya, hampir semua dokkumen dan materi pembelajaran yang ditulis dalam Bahasa Belanda diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (yang secara tidak langsung justru menguntungkan bangsa Indonesia).

Mengikuti kemerdekaan Republik Indonesia, Bahasa Indonesia pun siap menjadi bahasa nasional yang juga melambangkan kemandirian dan kebebasan bangsa Indonesia dari jajahan bangsa lainnya. Bahasa Indonesia yang hingga saat ini digunakan sebagai bahasa nasional juga bukan merupakan ancaman bagi bahasa daerah lainnya yang merupakan minoritas di Indonesia, karena status Bahasa Indonesia yang dapat dianggap sebagai bahasa kedua dari masyarakat Indonesia saat ini. Bahasa Indonesia merupakan pemersatu yang dipahami oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang hingga Merauke. 

Tulisan ini merupakan hasil dari membaca beberapa artikel karya Sutan Takdir Alisjahbana (maaf reference-nya kurang proper, karena cuma pengen nulis aja, bukan bikin artikel ilmiah, hehe). Agar tulisan ini mudah dipahami, saya sengaja menghindari dan mengurangi pembahasan mengenai sintaksis, morfologi, etnografi, maupun antropologi bahasa. Enjoy :)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Powerade Coupons